KABAR-HARIAN.COM- yuk kita jangan sampai ketinggalan dengan malam 1000 bulan ini,
Tanda Lailatul Qadar
Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Ada beberapa dalil yang membicarakan tanda-tanda lailatul qadar, namun itu semua barulah tampak setelah malam tersebut berlalu.”124
Di antara dalil perkataan beliau di atas adalah hadits dari Ubay bin Ka’ab; ia berkata,
هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.
“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam kedua-puluh-tujuh (dari bulan Ramadhan). Tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru.”
(HR. Muslim, no. 762)
Dari Ibnu Abbas; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan tampak kemerah-merahan.” (HR. Ath-Thayalisi dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman; lihat Jami’ul Ahadits, 18:361; Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih; lihat Shahihul Jami’, no. 5475.)
Jika demikian, seorang muslim tidak perlu mencari-cari tanda lailatul qadar karena kebanyakan tanda yang ada muncul setelah malam itu berlalu. Yang mesti dilakukan adalah memperbanyak ibadah pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, niscaya dia akan mendapatkan malam penuh kemuliaan tersebut.
Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu, dengan dasar iman dan sangat mengharapkan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang giat beribadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Beliau seperti itu demi meraih malam yang mulia, lailatul qadar. ‘Aisyah menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau pada waktu yang lainnya.”
‘Aisyah mengatakan, “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari jima’), menghidupkan malam-malam tersebut, dan membangunkan keluarganya.”
Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan Imam Asy-Syafi’i dalam pendapat beliau yang terdahulu mengatakan, “Barang siapa yang mengerjakan shalat isya dan shalat subuh pada malam qadar (lailatul qadar) berarti ia telah dinilai menghidupkan malam tersebut.”
Menghidupkan lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, tapi bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al-Quran. Namun amalan shalat lebih utama daripada amalan lainnya pada malam lailatul qadar berdasarkan hadits,
“Barang siapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni.” di lansir Dari Buku Ramadhan (Ahmed) Bersumber dari Buku Ramdahan.