Opini  

MADURA  Social Force,Why Not???

Ilustrasi

KABAR-HARIAN.COM

Stimulasi :

ما راه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن (المراد: فى الا شبا ه والنظا ئر)
Artinya : perkara apapun saja yang menurut pandangan orang Islam itu baik, maka baik pula menurut Allah SWT. Selama tidak bertentangan dengan nash alquran dan hadist.

“Seragam itu penting, namun beragam tidak kalah penting” (Frederic De Steven Jevon:2005)

Tidak diragukan lagi bahwa mistisme (mistis/misticos: bahasa Yunani=rahasia)

menduduki tempat terhormat dalam kebudayaan Madura untuk tempo yang sangat panjang, klaim yang menyatakan bahwa praktiknya sudah populer jauh sebelum ajaran Hindu-Budha tiba di pulau Madura, seperti ditonjolkan oleh orang-orang kejawen tertentu (Jawa) yang mengembangkan warisan mereka tentu saja esentris.

Lagi pula apa yang disumbangkan mistisme di zaman baheula itu sukar dilacak, karena kita hanya punya sedikit keterangan tentang masyrakat Madura mula-mula. Tatkala pemerintah mulai diorganisasikan sesuai dengan gagasan India (secara hirarkhis, di bawah kekuasaan para raja) bukti tentang pentingnya pemantapan religius dan gagasan-gagasan mistik yang menyokong legitimasi penguasan menjadi nyata tidak terbantahkan.

Dengan datangnya Islam berikut organisasi sosialnya, segala sesuatu,termasuk mistisme haruh berubah  mengadaptasi dan dibentuk oleh keadaan-keadaan baru. Hal ini terlihat, misalnya, dalam pelimpahannya kata-kata  yang berakar dari bahasa Arab — lahir, batin, sujud, dan tarekat yang dipakai untuk melukiskan kegiatan kegiatan mistik, kita menyaksikan terjadinya transformasi lebih jauh, seperti pergeseran meninggalkan praktik magis, dan kecenderungan ke arah monoteisme.

Budaya merupakan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.

Dengan budaya segala sesuatu akan terkemas dengan brand yang estetik, karena mistis merupakan bagian dari epistimologi (filsafat,mistis,logika,dan sains) yang harus dibenarkan. Budaya merupakan kontraksi dari etika dan filosofi sosial yang memberikan follow up dalam integrasi sosial.

Baca juga :  Keutamaan Puasa di Bulan Rajab

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.

Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Madura, merupakan daerah kental akan adat dan budaya lokal yang sistematis dan terorganisir dengan baik, kendati demikian menjadi norma yang absolut karena merupakan sistem yang terpenting dalam pelaksanaan pranata sosio-integritas.

Subsesi dari adat/budaya Madura merupakan identitas (subscriber identitiy) masyrakat Madura yang notabeni masih teguh mempertahankan ketulenan nilai budaya yang ada walau telah banyak manover yang mengintai, seperti halnya modernisasi yang ekstrim.

Idealnya, budaya Madura tidak akan pernah lepas dari pengaruh kebudayaan Hindu-Bhuda pada abad ke-5 (400 M), karena budaya Madura merupakan klise  dari kedua unsur tersebut yang merupakan krolor turun temurun yang diinvestasikan masyrakat Madura sampai saat ini, dan pada abad ke-8 Masehi budaya Islam juga masuk dalam ranah sosial masyrakat Madura.

Namun ironisnya seiring perkembangan zaman, even-even adat Madura telah banyak tersodomi dan mulai pudar seiring dengan datangnya kaum hidonis yang sok radikalis menganggap Madura itu nagras dan klasisme. Apakah opine itu cukup lugas untuk dibenarkan? Berikut di bawah ini ada beberapa item verifikasi tentang identitas kebudayaan/adat Madura.

Selayang Pandang Kebudayaan Madura
Dari Sisi Psikologi

Secara psikologis, kebudayaan Madura, seperti halnya, tujuh bulanan,slametan bulan-bulan khusus dan sebagainya itu merupakan embrio yang berpengaruh terhadap prilaku manusia (behaviour) dengan lingkungan,sosial,dan alam.
Perhatikan skema Joint Ventures berikut :
L S    O Keterangan :
L =lingkungan
S = stimulus
0 = organisme

Baca juga :  Resmi Dilantik, KONI Sampang Harap Kedepan Kerjasama Semua Pihak Dan Dorong Prestasi Atlet Daerah

Atau, dengan rumusan Kurt Lewin :
B = f (P.E) Keterangan :
B = Behaviour
P = Person
f = function
E = Environment

Dari Sisi Sosiologi
Manusia merupakan mahluk dinamis dan juga estetis dengan beberapa model yang menjadi markettable tersendiri, karena manusia merupakan mahluk yang memiliki tingkat keindahan tinggi dengan proses budaya; Internalisasi,Sosialisasi, dan Enkulturasi. Seperti halnya nilai budaya bagi masyrakat Madura.

Dari Sisi Kenegaraan
Indonesia merupakan negara multi budaya, sehingga keberadaan budaya tersebut menjadi aset vital bagi bangsa dan negara Indonesia, dan budaya merupakan hasil dari imajiner bangsa Indonesia sebagaimana telah termaktup dalam UUD 1945 Pasal 28 C (ayat 2) yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyrakat,bangsa,dan negaranya.”.dengan demikian hak berkarya telah diatur dan nilindungi oleh negara.

Asumsi Keliru Yang “Nakal”
Banyak orang yang mengatakan, bahwa adat istiadat Madura sudah tidak relevan dengan budaya globalisasi yang multi-teknologi dan serba realistis dengan beberapa ide yang akurat.

Konon, budaya Madura non sent dan absurd serta tidak meiliki diagnosis yang fenominal yang bisa dipertanggung jawabkan keberadannya.hal itu hanya ungkapan kaum sinisme yang disinyalir menganut pemikiran Antisthenes dari Athena (sekitar 400 SM) Padahal, sudah jelas sebagaimana eksposisi di atas ada beberapa item tentang fead back internal-eksternal dari budaya Madura yang argumentatif dan rasional, sehingga subsesi dari adat/kebudayaan Madura bisa dipertanggung jawabkan. Sebagaimana Kuncoro Diningrat telah memberikan rangsangan tentang faktor-faktor kebudayaan sosial, meliputi :
Discovery
Invention
Akulturasi,dan
Asimilasi

Jadi, budaya bukan merupakan ajang restorasi,karena budaya merupakan identitas setiap pranata sosial/masyrakat yang dipatenkan serta merupakan aset setiap daerah yang tidak bisa ditunggangi oleh kepentingan individu. Sehingga nilai budaya setiap daerah tidak memiliki alternatif untuk dikolaborasikan dengan style masa kini yang sewaktu-waktu bisa berubah substansinya.

By: Lutfiyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Punya berita?